Connect with us

Uncategorized

DR. IKE FARIDA DINYATAKAN TAK BERSALAH: Saksi Mahkota Nurindah M.M. Simbolon Justru Terbukti Langgar Etik Berat

 

Jakarta, 3 Maret 2025 – Mahkamah Agung RI memutus bahwa Dr. Ike Farida tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan sebagaimana yang didakwakan dalam perkara pidana yang sempat menimpanya. Putusan pada tingkat kasasi ini tidak hanya membebaskan Dr. Ike Farida dari segala tuduhan, tetapi juga memulihkan seluruh haknya—baik dalam kemampuan hukum, kedudukan sosial, maupun harkat dan martabatnya sebagai warga negara.
23 April 2025 – Di sisi lain, Nurindah M.M. Simbolon, yang menjadi saksi mahkota dari Jaksa Penuntut Umum dalam persidangan pidana terhadap Dr. Ike Farida, telah dinyatakan bersalah dan dipecat dari PERADI. Putusan tersebut diambil setelah serangkaian sidang kode etik yang mengungkap pelanggaran berat yang dilakukan oleh Nurindah terhadap kliennya, Dr. Ike Farida.
Tim kuasa hukum Dr. Ike Farida menyatakan bahwa Nurindah telah melakukan tindakan yang tidak hanya mengabaikan etik, tetapi juga merugikan klien secara signifikan, di mana ia memberikan keterangan yang bersifat menyesatkan dan membocorkan rahasia Dr. Ike Farida, kliennya sendiri. Bahkan menjadi salah satu penyebab utama Dr. Ike Farida harus mendekam di penjara selama 6 bulan untuk tuduhan yang tidak pernah dilakukannya sama sekali.
Atas tindakan tersebut, PERADI memutus bahwa Nurindah terbukti bersalah dan menjatuhkan sanksi tertinggi dalam kode etik profesi advokat: pemecatan. “Kami berharap sanksi pemecatan ini menjadi peringatan keras bagi advokat lain agar menjunjung tinggi kode etik, dan menjalankan profesi advokat secara profesional.”, Tegas Alya Hiroko, anak sekaligus kuasa hukum Dr. Ike Farida.
Adapun petikan dari Putusan PERADI tersebut, sebagai berikut:
1. Menerima Pengaduan dari PENGADU Dr. Ike Farida, S.H., LL,M. untuk seluruhnya;
2. Menyatakan TERADU Nurindah Melati Monika terbukti melanggar Ketentuan Pasal 4 ayat (2), Pasal 6 huruf (a), Pasal 6 huruf (f), Pasal 19 ayat (1) dan (2) UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat jo. Pasal 3 huruf (d) dan (h), Pasal 4 huruf (b), (h), dan (i), Pasal 5 huruf (a) Kode Etik Advokat Indonesia;
3. Menghukum TERADU Nurindah Melati Monika, S.H., LL.M. dengan sanksi berupa Pemecatan dari Keanggotaan Organisasi Profesi;
4. Menghukum TERADU Nurindah Melati Monika, S.H., LL.M. untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 5.000.000, – (lima juta rupiah).”
Kasus ini bermula saat Dr. Farida menunjuk Nurindah untuk menangani proses Peninjauan Kembali (PK) dalam sengketa kepemilikan unit apartemen yang akhirnya dimenangkan oleh Dr. Ike Farida. Namun, Nurindah bertindak ceroboh dengan memasukkan novum-bukti baru-yang pernah diajukan sebelumnya, bahkan ia bersumpah di hadapan majelis hakim bahwa novum tersebut adalah bukti yang tidak pernah diajukan sebelumnya.
Alih-alih bertanggung jawab atas tindakannya tersebut, Nurindah diduga malah mencoba membalikkan keadaan dengan memfitnah Dr. Ike Farida—klien yang telah mempercayainya penuh—sebagai pihak yang menyuruhnya bersumpah atas novum tersebut. Namun, tim kuasa hukum Dr. Ike Farida menyangkal tuduhan tak berdasar tersebut. Dr. Ike Farida tidak pernah sekalipun menginstruksikan Nurindah untuk bersumpah, apalagi memintanya untuk mengajukan novum tertentu. Sebaliknya, Dr. Ike Farida justru telah menyerahkan sepenuhnya penanganan perkara tersebut kepada Nurindah dalam kapasitasnya sebagai kuasa hukum yang seharusnya bertindak profesional.
Nurindah berdalih bahwa ia datang bersaksi merupakan upaya tidak menghalang-halangi proses persidangan. Namun demikian, dalih tersebut terbongkar di sidang PERADI, di mana kesaksiannya sangat tidak sesuai dengan fakta sebenarnya. Di samping itu, PERADI tegaskan bahwa Saudari Nurindah terikat UU Advokat, di mana ia memiliki hubungan profesional advokat-klien sehingga memiliki kewajiban hukum dan etik untuk menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh dari kliennya.
Lebih lanjut, tindakan Saudari Nurindah yang memberikan ponsel secara sukarela, dilakukan tanpa tanpa adanya penetapan pengadilan. Hal tersebut menunjukkan dugaan kesengajaan membocorkan informasi yang diperoleh dari kliennya. Padahal, Prof. Otto Hasibuan, selaku menteri hukum dan ketua PERADI, dalam keterangannya setelah lakukan pelantikan 4 Dewan Pimpinan Cabang Peradi di Nusa Tenggara Timur, secara tegas menyatakan bahwa advokat harus melindungi informasi kliennya, dan advokat itu sendiri dilindungi oleh hak imunitas.
Fakta bahwa Dr. Farida akhirnya dinyatakan tidak bersalah oleh Mahkamah Agung mempertegas bahwa langkah hukum yang diambil olehnya selama ini sah dan benar. Hanya saja, kepercayaan yang diberikan kepada Nurindah sebagai kuasa hukum, rupanya jatuh ke tangan yang salah.
Upaya Saudari Nurindah untuk melempar tanggung jawab kepada kliennya ini tidak hanya memperburuk posisinya secara etik, tetapi juga memperlihatkan bagaimana sebagian kalangan masih keliru memahami makna profesi advokat: bahwa mereka adalah pembela hukum, bukan pencipta narasi fiktif untuk menyelamatkan diri.

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

More in Uncategorized